“My dearest Emma,” said he, “for dearest you will always be, whatever the event of this hour’s conversation, my dearest, most beloved Emma — tell me at once. Say ‘No,’ if it is to be said.” She could really say nothing. “You are silent,” he cried, with great animation; “absolutely silent! at present I ask no more.”Emma was almost ready to sink under the agitation of this moment. The dread of being awakened from the happiest dream, was perhaps the most prominent feeling.”
Jane Austen, Emma.
Ketika pertama kali buku Emma sampai dalam gengaman, saya memutuskan untuk segera membacanya.
Saya berusaha mengosongkan ekspektasi saya. Saya begitu menyukai karakter Lizzy Benneth dan Mr. Darcy di Pride and Prejudice. Dan saya berjanji tidak akan membandingkan kedua tokoh utama wanitanya.
Miss. Emma Woodhouse yang berumur 20 tahun dan tinggal bersama seorang ayah yang mengidap penyakit hipokondriak ( yang selalu ingin hidup sehat) sudah menjadi nyonya rumah sejak kakaknya Isabella menikah dengan Mr. John Knightley di Highbury, Hartfield, Surrey.
Membaca buku ini, aku membayangkan karakter Emma yang dewasa dan berwawasan luas, punya empaty yg tinggi dengan orang yg kelas sosialnya berada dibawahnya sekaligus sangat bangga dengan kedudukannya. Emma adalah pribadi yg sangat spontan, bersemangat, sedikit manja dan merasa sangat memahami perasaan orang lain.
Sifat inilah yang menjadi benang merah cerita.
Emma yang berhasil menjodohkan pengasuhnya Miss. Taylor dan Mr. Watson ingin menjodohkan temannya Harriet dengan pendeta tampan Mr. Elthon.
Miss. Harriet Smith digambarkan sebagai gadis muda yang sangat cantik meskipun agak kurang berwawasan dan sangat mudah berubah pikiran. Rencana Emma berantakan karena Mr. Elthon ternyata menyimpan perasaan pada Emma.
Kemudian datang karakter pria berikutnya, Mr Frank Churcill yang tak lain adalah putera Mr. Watson tetapi dibesarkan oleh adik mendiang istrinya terdahulu dan menjalani hidup berkecukupan dgn keluarga bibinya.
Mr. Frank yang pandai mengambil hati orang, sedikit banyak membuat Emma tertarik, apalagi perhatian Mr. Frank selalu tertuju pada Emma. Disisi lain ada Jane Fairfax yang berkepribadian tangguh, cantik dan tertutup.
Ada apa dengan Jane, mengapa Jane terkesan menjauhi Emma …
Sikap Jane, tidak menyurutkan langkah Emma untuk menjodohkan Miss. Harriet Smith dengan Mr. Frank Churchill.
Tapi kemudian sebuah khabar mengejutkan datang dan merusak rencana Emma.
Sayang sekali meskipun akhir cerita mudah ditebak, karena Jane Austen adalah pengarang romance yang menyukai ending yang manis dan bahagia tetap saja saya agak terperangkap dengan drama yang dibuat Austen di novel ini.
Karakter Mr. George Knightley tidak begitu banyak diceritakan, kecuali di akhir akhir cerita.
Saya menunggu nunggu moment ajaib dan romantis mereka sejak awal cerita, dan dipaksa bersabar dengan alur lambat Jane Austen.
Tapi akhirnya saya terpesona dengan sikap gentle dan tegas Mr. Knightley ketika mengungkapkan perasaannya.
Perasaan sukanya pada Emma sejak Emma berusia 13 tahun haha.
So sweet deh.
Padahal di awal cerita digambarkan kalau Mr. Knightley adalah satu satunya orang berani mengkritik Emma.
Kisah Emma memang ada kemiripan dengan Pride and Prejudice. Ingin tahu apa kemiripannya? Mungkin bisa segera membaca novelnya langsung.
Karakter Mr. Frank yang manipulatif demi keegoisannya tanpa memikirkan perasaan orang lain mengingatkanku pada karakter
Wickham di Pride and Prejudice serta Willaoughby di Sense and Sensibility.
Rahasia apa yang disimpan Mr. Frank Churchill yang membuat seorang
Wanita menutup dirinya rapat rapat dari orang luar …hmm
Kisah Emma menampilkan banyak karakter dari berbagai kelas sosial. Tentu saja Emma digambarkan sebagai wanita cerdas, bersemangat tinggi, baik hati, agak sedikit manja dan sering melakukan kesalahan serius diluar hobbinya yang suka menjodohkan orang didekatnya.
Karakter antagonis yang membuatku jengkel setengah mati adalah Mrs.Elthon yang sombong, culas, suka menjilat dan sok tahu beserta suaminya si pendeta tampan yang sifatnya sedikit banyak dipengaruhi isterinya.
Ada juga karakter Miss Bates, bibi dari Jane yang sangat ceriwis, sehingga pembaca bisa merasakan suasana saat itu dan siapa saja yang ada hanya dari sapaan dan keceriwisannya mengomentari setiap orang yang ada disana haha.
Sekali lagi Jane Austen mampu menghadirkan kisah romance yang disukai pembaca lewat karakter Emma dan si tampan Mr. George Knightley.
Setelah drama yang berliku dan penceritaan yang panjang dan detail, pembaca diberikan akhir yang sempurna dan membahagiakan bagi semuanya.
Jika aku disuruh memberikan kekurangan dari novel ini, mungkin proporsi Mr.Knightley sebagai sebagai tokoh utama pria diberikan lebih banyak, bukan hanya di akhir cerita.
Kisah dibalik sifat tertutup Jane yang mempengaruhi isi cerita lebih baik jika diungkapkan dgn lebih detail.
Begitu juga perasaan Emma kepada Mr. Knightley sudah berapa lama ia menyadarinya dll.
Yunita Hentika Dani